Film Inside Jobs "Krisis Ekonomi 2008"


Mengisahkan tentang kronologi krisis yang terjadi di Amerika Serikat di tahun 2008, film Inside Job yang digarap oleh Charles Ferguson ini memang menghadirkannya dengan singkat namun lengkap, dan boleh saya katakan menarik. Adapun di awal film, kita disuguhkan oleh fakta bahwa 40 tahun sejak Depresi Besar, ekonomi AS telah tumbuh selama 40 tahun tanpa pernah mengalami krisis finansial. Sejarah menyebutkan bahwa pada saat itu terdapat regulasi yang ketat terhadap industry finansial. Sebuah perubahan yang saya lihat cukup radikal terjadi di tahun 1982 saat dilakukan deregulasi pada perusahaan-perusahaan di bidang finansial, yang membuat perusahaan-perusahaan tersebut dengan mudah menginvestasikan dana deposito yang dimilikinya pada untuk hal-hal yang berisiko tinggi. Benar saja, di akhir decade tersebut ratusan perusahaan yang bergerak dalam bidang itu tercatat bangkrut. Deregulasi terus berlanjut hingga beberapa tahun ke depannya dan merangsang pertumbuhan di sector finansial. Seiring berjalannya waktu hingga tahun 1990 an, sector finansial terkonsolidasi hingga menjadi beberapa perusahaan besar saja yang apabila di antaranya mengalami masalah, maka akan bisa mempengaruhi sistem secara keseluruhan. Perusahaan-perusahaan finansial besar tersebut yang juga menjadi penyebab krisis ini adalah: Goldman Sachs, Morgan Stanley, Lehman Brothers, Merryl Lynch, dan Bear Stearns. Terkait juga tiga perusahaan asuransi sekuritas, dan tiga agency rating.
Deregulasi mendorong sector finansial untuk melakukan inovasi finansial dengan bebas, hingga lahirlah sebuah produk finansial yang menjadi inti dari kisah ini, yakni derivative. Adapun derivative yang dimaksud ini merupakan himpunan sertifikat pinjaman yang dijual oleh bank kepada pihak yang selanjutnya disebut investor. Di film ini saya menangkap terdapat dua pihak yang saling bertentangan dalam menyikapi inovasi finansial berupa derivatif, yakni pihak yang setuju dan yang tidak setuju terhadap deregulasi derivatif. Sejak awal rupanya memang derivative diperkirakan akan cenderung membawa perekonomian ke ketidakstabilan, untuk itulah muncul wacana dari Commodity Futures Trading Commission(CFTC) untuk meregulasi ketat perihal derivative ini, namun demikian wacana itu tidak disetujui oleh sekretaris treasuri Robert E. Rubin, Kepala Federal Reserves Alan Greenspan, dan Kepala Komisi Sekuritas dan Pertukaran Arthur Levitt melalui pernyataan gabungan yang menolak rencana regulasi CFTC. Sehingga pada akhirnya, kita bisa simpulkan bahwa derivative itu tidak diregulasi dengan cukup ketat sehingga menyebabkan krisis finansial yang akan kita bicarakan di bawah.
Berbicara mengenai derivative yang menjadi topic utama dalam kisah ini, kita perlu membandingkan sistem yang melatarbelakanginya. Jika dulu apabila pihak yang meminjamkan dana kepada pihak lain akan sangat berhati-hati akan kredibilitas pihak peminjam, maka sistem baru yang kemudian disebut rantai sekuritisasi ini akan membuat mereka tidak perlu repot untuk itu, sebab mereka dapat menjual sertifikat utang kepada bank. Selanjutnya, bank menggabungkan semua sertifikat utang itu bersama-sama jenis pinjaman lainnya menjadi suatu derivative rumit yang kemudian disebut collateralized debt obligation(CDO) untuk kemudian dijual kepada investor. Dalam proses ini, bank juga membayar rating agency untuk menilai kredibilitas CDO bank, dan anehnya, CDO selalu mendapatkan rating tinggi, yakni AAA. Yang penting dicatat di sini adalah karena sistem ini, pihak yang meminjamkan dana menjadi tidak peduli lagi akan kemampuan membayar pihak peminjam, begitu pula dengan bank, inilah yang disebut-sebut dengan “bom waktu” yang bisa meledakkan gelembung ekonomi Amerika.
Namun, rupanya bukan hanya itu saja “bom waktu” yang suatu saat dapat meledak. “Bom waktu” itu tidak lain menjurus pada derivative yang disebut credit default swap yang dijual perusahaan asuransi AIG dalam jumlah besar. Credit default swap ini bekerja seperti halnya polis asuransi bagi para investor yang membeli CDA. Adapun masalahnya adalah para spekulan yang tidak memiliki CDO juga berhak memiliki credit default swap untuk turut memperoleh keuntungan dari CDO. Di jangka pendek, AIG memang mampu memperoleh peningkatan keuntungan yang signifikan, namun bagaimana bila CDO yang dijaminkan itu menjadi “buruk”? Tentu AIG menghadapi risiko kebangkrutan ini di jangka panjang. Menghadapi situasi seperti ini, tentu saja banyak pihak yang mengkritik maupun memberi peringatan kepada bank-bank yang menjamurkan CDO dalam perekonomian, di antaranya adalah FBI, IMF, dan ekonom-ekonom seperti Raghuram Rajab, Nouriel Rubini, dan Allan Sloan lewat tulisan-tulisan mereka, namun sepertinya tidak mampu menghentikan praktik yang sudah berlangsung bertahun-tahun hingga krisis yang dikhawatirkan benar-benar terjadi.
Mulainya krisis ditandai ketika para lender sudah tidak dapat menjual loan kepada bank, dank arena loan menjadi “buruk”, paralender pun menjadi bangkrut. Pada 7 September 2008, dua mortgage lender raksasa saat itu, Fanni Mae dan Freddie Mac, diambil alih oleh bank sentral untuk menyelamatkannya dari kebangkrutan. Pada tahun ini pun, berturt-turut bank-bank investasi terbesar menghadapi kebangkrutan, seperti Lehman Brothers, Bear Stearns, tidak luput juga perusahaan asuransi AIG, dan anehnya, CDO yang dikeluarkan semuanya memiliki rating tinggi(AAA, AA) tidak lama sebelum mereka benar-benar bangkrut. Kebangkrutan bank-bank besar ini memberi dampak yang sangat besar, di antaranya adalah tertahannya ribuan atau bahkan lebih transaksi dan tertahannya aset yang penting. Kejatuhan Lehman Brothers juga berdampak pada kejatuhan pasar commercial paper, yang sering dipakai berbagai perusahaan untuk membayar beban operasi mereka, misalnya beban gaji. Di minggu yang sama, AIG juga mengalami kebangkrutan dan diambil alih oleh pemerintah pada saat itu. Semua krisis ini menjadi penyebab naiknya tingkat pengangguran di AS dan eropa ke angka 10%, dan tentunya krisis ini juga berdampak pada dunia secara keseluruhan. Ini bagaikan seluruh dunia “jatuh” bersama-sama dan ini benar-benar fenomena yang mengerikan.
Adapun setelah bicara mengenai krisis, kita seakan-akan diberitahukan bahwa keputusan deregulasi sistem finansial, yang mungkin juga merupakan penyebab utama dari krisis mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk akademisi. Kita tidak tahu, sudah seberapa pengaruh sistem finansial terhadap pengembangan ilmu pengetahuan? Namun seiring berjalannya cerita di film, ilustrasi akan pengaruh tersebut dihadirkan dengan makin jelas. Dengan gamblang dalam wawancara yang dilakukan oleh Ferguson kepada beberapa tokoh seperti William C. Dudley, R. Glenn Hubbard dan Frederic Mishkin yang turut menulis buku teks yang dipakai di perguruan tinggi atau artikel-artikel ilmiah, kita bisa melihat bahwa ada yang dinamakan “rekayasa” yang bertujuan memuluskan perumusan suatu kebijakan di bidang finansial, misalnya seperti deregulasi yang disebutkan tadi. Jika ingin mengetahui lebih lanjut soal ini, mungkin kita bisa langsung memeriksa buku teks atau artikel yang bersangkutan, di antaranya adalah artikel berjudul How Capital Market Enhance Economic Performance oleh Dudley dan Hubbard yang ditulis pada tahun 2004 saat gelembung ekonomi sedang besar-besarnya atau buku teks Finansial Stability in Iceland oleh Mishkin yang sebagian isinya tidak sesuai dengan fakta yang ada yang lebih jelasnya dapat ditonton langsung di film ini. Sebagai penutup film ini, Ferguson dalam filmnya memaparkan bahwa hingga pertengahan tahun 2010, tidak satupun eksekutif financial senior maupun perusahaan financial yang dijerat hukum, baik itu karena penipuan sekuritas ataupun penipuan berkenaan akuntansi perusahaan. Selain itu juga, bahkan jajaran administrasi yang ditunjuk Obama diisi oleh eksekutif-eksekutif financial yang kalau kita lihat ke belakang, semuanya sedikit banyak terlibat dalam penciptaan krisis tahun 2008 lalu seperti Larry Summers, Timothy Geithner yang merupakan presiden New York Federal Reserves selama periode krisis, atau Gary Gensler yang merupakan mantan eksekutif Goldman Sachs. Semua itu berarti meski AS telah bangkit dari krisis, namun perlu diperhatikan bahwa orang-orang atau institusi-institusi yang menyebabkan hal itu masih berkuasa. Untuk itu saya rasa kita semua tetap harus memiliki kewaspadaan tinggi dan juga menyusun langkah-langkah antisipasi yang kongkrit sebaik yang kita bisa untuk menyikapi semua ini.


Lebih baru Lebih lama